“Hasil pengawasan hingga hari kedua UN SMA kecurangan masih terjadi di sejumlah sekolah. Seperti ada kasus sekolah di Jakarta yang memindahkan soal UN yang sudah disimpan di lemari khusus namun sekolah menduplikasi kunci tersebut.” kata Ketua Kepengawasan dan Pemindaian UN DKI Jakarta Soeprijanto di Jakarta, Rabu.
Pengawas sudah mengambil soal UN tersebut namun belum dapat dipastikan apakah sekolah membocorkan soal tersebut ke siswanya, katanya.
Selain itu, di sekolah lainnya ada guru membantu memberikan jawaban. Masih banyak juga sekolah yang membiarkan siswanya mencontek di dalam kelas, katanya.
Ia mengatakan kecurangan dan pelanggaran itu umumnya terjadi di sekolah kejuruan menengah (SMK) swasta yang didominasi kelompok marginal dengan kondisi faslitas beajar mengajar yang tidak memadai.
Alasan lain, pertimbangan PTN belum mau menjaidkan hasil UN SMA/SMK sebagai aspek penilaian masuk ke perguruan tinggi, ujar Soeprijanto karena kualitas soal UN yang dinilai masih belum mememnuhi unsur evaluasi.
“Memang betul mulai tahun 2011 soal UN dibuat lima paket. Lima paket soal itu memang mengurangi potensi mencontek. Namun kualitas soal yang terstandar nasional itu masih rendah. Pasalnya, bukannya membuat soal yang mendidik namun pemerintah hanya membolak balik nomor soal bukannya menyusun materi soal yang berbeda di setiap paketnya,” katanya.
Ia mengatakan seharusnya soal dibuat tidak hanya mengandung unsur evaluasi namun diprediksi kualitasnya sehingga mempunyai posisi tawar pada Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Ia berharap ke depannya bisa terwujud ada satu ujian saja karena memang pemborosan karena harus UN kemudian SNMPTN, meskipun demikian pihaknya belum dapat meyakini dalam lima tahun ke depan integrasi UN-SNMPTN ini dapat dilaksanakan selama pemerintah tidak memperbaiki penyelenggaaran UN dengan prinsip keadilan, kejujuran dan penegakan etika akademik.
“Saat ini belum ada perguruan tinggi yang menyatakan setuju, mereka masih ragu. Oleh karena itu harus dicek bagaimana program Kemendiknas menuju integrasi UN ini. Harus ada kondisi yang bisa diterima masyarakat pendidikan dan praktisi akademik tentang segala aspek yang bisa menimbulkan kepercayaan masyarakat atas hasilUN itu,” tambahnya.
Keterlibatan perguruan tinggi sebagai pengawas dalam pelaksanaan UN karena memang berharap ada peningkatan mutu UN setiap tahunnya. Namun kalau peraturan dan kejujuran dalam proses UN sudah ditegakkan, tidak perlu ada pengawas dari luar tetapi proses pengawasan silang oleh guru dari sekolah yang berbeda, tambahnya.(*)
(T.Z003/Z002)
(T.Z003/Z002)
0 komentar:
post comment not spam !!!